CERPEN : Keresahan Hati Menyebabkan Semua Hal Menjadi Sia-Sia
Memang semua terlihat akan biasa-biasa saja, namun faktanya jika kamu memang sedang dalam suasana hati yang tidak baik akan berdampak pada hal-hal yang ada di sekitar bahkan di sekilingmu.
Tidak ada referensi dan tidak ada rujukan dalam artikel ini, saya hanya akan menuliskan beberapa hal yang pernah dilalui dan dalam arti lain mungkin ini hanya sekedar berbagi pengalaman tentang sesuatu hal yang menjadi sia-sia. Namun pada kenyataanya bisa membuat sesuatu hal yang baik.
Mark Manson adalah seoarang Blogger pada awalnya, namun seiring dengan berjalannya waktu dia pun mencoba menjadi penulis dengan menulis pengalaman-pengalaman hidupnya. Karya dari Mark Manson yang pertama kali saya baca adalah buku nya yang berjudul "Sebuah Seni untuk Bersikap Bodoh Amat". Memang menarik untuk dibaca jika melihat judulnya yang seperti itu.
Perlahan-lahan saya membaca lembar demi lembar. Yang ternyata itu adalah berisi pengalaman-pengalaman dari Mark Manson yang kurang bergitu baik kemudian dia merubahnya dengan sikap bodoh amat namun dengan sebuah seni atau tindakan yang bisa membuatnya memperoleh hasil yang bermanfaat bagi dirinya.
Itulah landasan sikap yang coba saya terapkan pada jalannya kehidupan diri saya sendiri. Mencoba untuk bersikap bodoh amat pada hal-hal yang menurut saya sangat tidak ada artinya bagi diri saya sendiri. Dengan awal yang mungkin berjalan baik-baik saja, sehingga muncul presepsi pada pikiran saya untuk melanjutkan sikap tersebut.
Bodoh amat yang dimaksud dalam kehidupan pribadi saya adalah saya mencoba untuk menuangkan atau mengalihkan pada hal yang bermanfaat bagi saya sendiri. Entah itu untuk terus belajar, bekerja hingga berkarya.
Hingga pada titik nya sikap ini mungkin tidak cocok jika diterapkan pada sebuah cerita drama sosial asmara. Iya, ini bisa saya katakan karena memang tidak cocok pada kisah asmara yang sedang saya jalani waktu itu. Karena melihat dasar kehidupan saya pribadi, ada sedikit rasa trauma dalam kisah asmara. Walaupun pada faktanya rasa trauma itu sudah lama terjadi saat masih menginjak bangku pelajar dengan sragam putih abu-abu.
Sebuah sikap bodoh amat yang dengan penuh percaya diri saya terapkan dalam kisah asmara yang baru terjadi. Tak ingin hal yang dulu terjadi lagi, sikap bodoh amat akhirnya menjadi landasan sikap saya waktu itu.
Berawal dari pertama kali bertemu dalam sebuah kegiatan pengabdian masyarakat di suatu daerah, menyebabkan saya mempunyai teman-teman baru, dan rasa suka terhadap perempuan untuk kedua kalinya setelah sekian lama. Namun sayangnya waktu itu saya masih tetap kukuh dengan seni untuk bersikap bodoh amat.
Sesekali berbincang dengannya menyebabkan suasana hati seakan selalu bahagia, selalu ingin tertawa, yang mungkin juga itu akan sangat sulit dijabarkan dalam sebuah kalimat yang tertulis.
Perlahan waktu berjalan, saya juga mengetahui bahwa Dia ternyata masih berharap pada arah yang bersebrangan. Itulah yang menyebabkan seni bersikap bodoh amat muncul dalam diri saya. Kucoba untuk bodoh amat dengan melanjutkan proses belajar, dan berkarya untuk pendidikan yang sedang saya tempuh. Mencoba untuk tak menghubunginya, tapi Dia yang masih ingin menghubungi saya, namun sikap saya masih kukuh dengan seni bodoh amat.
Karena sikap itulah yang mampu mencipakan jarak antara saya dengan Dia. Kucoba untuk masih bersikap dengan seni, namun faktanya entah rasa apa itu yang timbul di hati terdalam, sangat ingin berbagi rasa peduli dengannya waktu Dia dalam kesusahan atau bahakan saat dia sedang bahagia.
Bodoh amat masih melekat dalam diri saya. Yang namun pada akhirnya saya merasa tidak sanggup lagi untuk menciptakan seni bodoh amat dengan Dia. Maka kucoba lah untuk menghilangkan sikap itu. Ingin mencoba lebih dekat dengan Dia.
Namun, sampai saat ini saya merasa, bahwa Dia yang sekarang sedang menciptakan Seni Bodoh Amat terhadap saya. Dari situlah saya merasa sangat tidak bisa menjelaskan dalam sebuah kata tentang suasana hati saya, mungkin dalam bahasa sederhana yang saya rasakan adalah resah dan gelisah.
Mencoba untuk bertaut dengan Dia, malah jarak yang sudah tercipta seakan terus melebarkan titik jauhnya. Bahkan tautan yang terakhir saya lontarkan terhadap Dia tidak ada jawab yang tertulis.
Dari sini yang saya rasakan sekarang adalah sikap yang Bodoh tanpa adanya seni. Hanya bisa berangan-angan dan menyesali seni sikap bodoh amat yang pernah saya ciptakan dulu. Berangan ingin kembali pada masa lampau dan memperbaikinya. Rasa gelisah, keresahan hati membuat saya hanya bisa berimajinasi yang tidak jelas arahnya. Seakan apa yang saya lakukan akan memberikan hasil yang mengecewakan.
Hal ini lah yang menyebabkan semua pekerjaam saya menjadi semakin tidak karuan, orang-orang baik disekitar seakan sudah menjadi orang yang jahat. Rasa resah masih saja berselimut dalam diri saya sampai sekerang. Meskipun saya sendiri juga berusaha melakukan hal-hal yang bermanfaat dan berguna bagi diri saya, tapi hal itu masih tidak bisa menghilangkan keresahan hati.
Mencoba mendengarkan lagu-lagu galau, mendengarkan lanutnan ayat-ayat suci, lantunan sholawat, masih saja belum bisa menghilangkan keresahan hati ini. Dan pada akhirnya yang bisa saya lakukan adalah hanya menulis sebuah karya tulis yang tidak akan berati apa-apa. Namun setidaknya saya masih bisa membagikan cerita ini, namun juga dengan harapan Dia juga membaca tulisan ini dan berharap Dia membalasa tautan yang sudah saya lontarkan.
Sekali lagi, Sebuah seni untuk bersikap bodoh amat memang baik jika dilakukan pada situasi dan kondisi yang memang cocok untuk diri kamu sendiri, Namun jangan terlalu memegang seni itu dalam semua hal yang ada pada hidupmu. Gunakan seni itu sewajarnya saja.
5 hal yang mungkin bisa kamu pelajari dari seni bersikap bodoh amar.
1. Kamu berhak untuk Bahagia
2. Terlau Fokus pada suatu hal yang seharusnya bisa diabaikan
3. Cari tahu apa yang seharusnya layak dipedulikan
4. Fokus pada hal yang menurutmu lebih penting dan bedampak baik dalam waktu berkelanjutan.
5. Percaya bahwa semua akan baik-baik saja.
Dan yang terpenting adalah berusaha menjadi baik dalam kebenaran pribadi, kebenaran secara umum dan kebenaran sesuai tuntuan agamamu. Tapi yang tak kalah penting adalah Jangan Lupa Bernafas dan Tetap Bahagia dalam Tautan Rasa Syukur.